Bung Hersit
Kajian Singkat oleh: Asisstant Profesor, Adv. Mohammad Mara Muda Herman Sitompul, S.H., M.H./ MMMHS/ HERSIT
Kita mengetahui ada 3 (tiga) penegak hukum berkedudukan sama atau setara meskipun tidak sama yaitu: Jaksa / Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bertugas membawa Tersangka/ Terdakwa ke pengadilan negeri setempat, sekaligus melengkapi syarat-syarat Surat Dakwaan sesusi dengan jenis Surat Dakwaan yang disusunnya sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHP yaitu: 1. Bukti saksi-saksi, 2. Bukti surat atau tulisan, 3. Keterangan Ahli, 4. Petunjuk dan 5. Keterangan Terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) tentu betusaha agar Surat Dakwaan yang dia tukangin/ disusunnya berhasil untuk meyakinkan Majelis Hakim ada dugaan Tindak Pidana/ Peristiwa Pidana/ Peristiwa Pidana sama artinya (3 pendapat Profesor Indonesia), Jaksa Penuntut Umum (JPU) sifat pasti memberatkan Terdakwa agar ia bisa dikatakan berhasil dan sukses agar Terdakwa terbukti bersalah supaya di hukum menjaga agar tidsk bebas, jika bebas kinerja ia sebagai JPU gagal dala kasus itu sebagai mewakili Pemerintah dalam penegakan hukum harus jelas dan cermat untuk membuat Surat Dakwaan nya.
Beda dengan Hakim majelis Hakim dengan jumlah ganjil 3 orang kecuali kasus anak cukup 1 orang jika perkara besar menjadi perhatian publik bisa 5 hakim tapi harus ganjil, sebagai wakil dari Negara tegaknya hukum itu ada pada Majelis Hakim yang mulia harus cerdas, cermat dan pintar menjadi seorang Hakim, harus berjiwa satria, jujur dan tidak memihak (Independen).
Beda dengan yang satu ini Advokat/ Pengacara/ Pembela yang tugas dan fungsinya mewakili masyarakat berangkat adanya Surat Kuasa sebagai kliennya yang duduk dibangku pesakitan, harus lebih peka, cerdas, pintar dan harus punya strategi bagaimana caranya agar kliennya dapat bebas minimal mengurangi hukuman dan harus dapat meyakinkan Majelis Hakim bahwa kliennya Terdakwa bukan melakukan sesuatu bla bla bla dalam pembuktian dia harus cerdas memainkan jurus-jurus dan tembakan yang dapat mematikan atau mematahksn surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum itu mohon maaf jika Jaksa Penuntut Umun itu membaca buku 3 dalam kasus sedang ditanganinya, Hakim itu membaca buku 6 buku Advokat Pendekar Hukum. Maka Advokat harus baca 9 buku agar dapat mengalahkan jika berargumentasi dengan 2 penegak hukum dipersidangan mempunyai sifat pemberani dengan memperhatikan “Hak Imunitas Advokat” sesusi dengsn Pasal 16 UU Advokat No. 18 Tahun 2003 seorang Advokat tidak boleh dituntut baik secara perdata dan sepanjang dia beretikad baik untuk menjalankan tugas nya.
Jelas Advokat harus idealis, berani tegas dan lugas dalam menegakan hukum dan keadilan masa depan Terdakwa ada pada Majelis Hakim bahkan nyawa manusia sekalipun ada pada Sang Hakim tersebut sering juga dia dijuluki wakil Tuhan di dunia seorang Hakim harus berwibawa berilmu, berakhlaq dan bermartabat.
Kesimpulan dari tulisan artikel singkat ini Jaksa Penuntut Umum mewakili Penerintah garda kedua setelah Polisi (Penyidik) membawa kasus Tindak Pidana itu ke Pengadilan membuat Surat Dakwaan dan membacakan dihadapan Majelis Hakim Yang Mulia, Sementara Hakim sebagai wasit dalam menilai itu kasus apakah memenuhi tidak Surat Dakwaan tersebut dan juga kewenangannya sebelum itu Majelis memberi kesempatan yang terakhir pada Advolat/ Penasehst Hukum apa yang menjadi tugas dan kewenangannya seperti adakah Eksepsi dan Duplik dan sebagainya sesuai dengan Jaksa Penuntut Umum mengajukan Replik itulah seninya beracara di Pengadilan Negeri kadang bersikeras dan bersitegang satu dengan yang lain biasa sepanjang tidak melanggar kode profesi penegak hukum masing-masing untuk mencari kebenaran bukan pembenaran semoga bermanfaat sebagai pencerahan hukum “Fiat Justitia Ruat Coelum”