Fenomena TPPO Pekerja Migran dari Indonesia ke Kamboja

 

Oleh: Sakha Rafii Ulayya (Mahasiswa Universitas Budi Luhur, Jakarta)

 

Jakarta, faktaburuh.com – Maraknya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari Indonesia ke Kamboja menjadi perhatian untuk kita sebagai warga Indonesia agar tidak mudah teriming-imingi lowongan pekerjaan di luar negeri.

Berdasarkan data terbaru, jumlah WNI yang melaporkan diri di KBRI Phnom Penh meningkat drastis dari 2.330 orang pada tahun 2020 menjadi 17.212 orang pada 2023, mencatat kenaikan sebesar 638 persen dalam tiga tahun.

“Sementara berdasarkan data imigrasi Kamboja, di tahun 2023 ada lebih dari 89 ribu WNI yang tercatat memiliki izin tinggal, sementara yang lapor diri hanya sekitar 17 ribu,” ujar Judha dalam keterangan pers kepada media di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Selain itu, hingga September 2024, jumlah WNI yang berkunjung ke Kamboja mencapai 123.000 orang, meningkat 32 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun, lonjakan ini dibarengi dengan peningkatan jumlah kasus yang ditangani KBRI Phnom Penh. Pada 2023, tercatat 2.321 kasus, naik 122,3 persen dari tahun sebelumnya. Dari total kasus tersebut, sebanyak 1.761 kasus atau 77 persen terkait dengan penipuan online.

Bendera Kamboja

 

Bagaimana cara kerja sindikat penipu ini?

Umumnya para korban tergoda dengan lowongan pekerjaan di luar negeri yang ada di sosial media khususnya di negara Kamboja, Thailand dan Myanmar. Lowongan ini menjanjikan gaji yang jauh lebih besar dibandingkan gaji di Indonesia sekitar 15 – 25 juta rupiah. Posisi kerja yang ditawarkan seperti Operator Marketing dan Customer Service.

 

Sesampainya di negara tujuan mereka bekerja, korban langsung diselundupkan ke tempat tertentu oleh sindikat perdagangan manusia (human trafficking). Mereka ditempatkan di sebuah kantor yang dijaga ketat oleh orang – orang bersenjata.

 

Cara kerja sindikat itu yakni para korban diperintahkan membuat akun profil palsu di Tinder, WhatsApp, dan Facebook. Tujuannya untuk mengajak bergabung dalam skema investasi bodong yang menggunakan mata uang kripto, valuta asing, judi online, dan saham.

 

Para korban tersebut bekerja setidaknya 12 jam sehari dan sering menerima ancaman jika tidak mencapai target harian penipuan.

 

“Jika mereka gagal mencapai target minimum, hidup mereka serasa di neraka. Untuk keluar dari perusahaan, operator sindikat memaksa mereka atau keluarganya membayar US$3.000-5.000 (Rp 44-74 juta) sebagai kompensasi membebaskan mereka”.




 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *